Tarjih datang dari kata “ rojjaha – yurajjihu- tarjihan “, yang artinya mengambil suatu hal yang lebih kuat. Menurut arti pakar ushul fiqh yaitu : Usaha yang dikerjakan oleh mujtahid untuk menyampaikan satu pada dua jalur (dua dalil) yang sama-sama bertentangan, lantaran memiliki keunggulan yang lebih kuat dari yang lain “ Tarjih dalam arti persyarikatan, sebagaimana ada uraian singkat tentang “ Matan Kepercayaan serta Harapan hidup Muhamadiyah “ yaitu membanding-banding pendapat dalam rapat serta lalu mengambil mana yang memiliki argumen yang lebih kuat “ Pada tahap-tahap awal, pekerjaan Majelis Tarjih, sesuai sama dengan namanya, hanya sebatas memilih-milih antar sebagian pendapat yang ada dalam Khazanah Pemikiran Islam, yang dilihat lebih kuat.
Namun, masa datang, lantaran perubahan penduduk serta jumlah masalah yang dihadapinya makin banyak serta kompleks, serta pastinya jawabannya tak senantiasa di dapatkan dalam Khazanah Pemikiran Islam Classic, maka rencana tarjih Muhammadiyah alami pergeseran yang cukup penting. Lalu alami perluasan jadi : usaha-usaha mencari ketetapan hukum untuk persoalan-maasalah baru yang pada mulanya tak atau belum sempat ada diriwayatkan qoul ulama mengenainya “.
Usaha-usaha itu dalam kelompok ulama ushul Fiqh lebih di kenal dengan nama “ Ijtihad “. Oleh karena itu, idealnya nama Majlis yang memiliki pekerjaan seperti yang dijelaskan diatas yaitu Majlis Ijtihad, tetapi lantaran sebagian pertimbangan, serta ada hasrat terus melindungi nama asli, saat Majlis ini pertama kali dibentuk, maka nama itu terus digunakan, walaupun terlampau sempit bila di bandingkan dengan pekerjaan yang ada.
Histori berdirinya Tarjih Pada saat berdirinya Persyarikatan Muhammdiyah ini, persisnya pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912 M, Majelis Tarjih Muhammadiyah belum ada, mengenang belum banyak persoalan yang di hadapi oleh Persyarikatan. Tetapi makin lama, bersamaan dengan mengembangnya Persyarikatan tersebut, maka kebutuhan-kebutuhan internal Persyarikatan tersebut turut berkembang juga, tak hanya makin banyak jumlah anggotanya yang terkadang menyebabkan munculnya perselisihan memahami tentang beberapa masalah keagamaan, terlebih yang terkait dengan fiqh.
Untuk menghindari melebarnya konflik itu, dan hindari ada peperpecahan setiap warga Muhammadiyah, jadi beberapa pengurus persyarikatan ini lihat butuh ada instansi yang mempunyai otoritas pada aspek hukum. Kemudian pada th. 1927 M, melewati ketentuan konggres ke 16 di Pekalongan, terbentuklah instansi itu yang di sebut Majelis Tarjih Muhammdiyah.