Tokoh Tokoh Muhammadiyah Part II

Setelah sebelumnya saya udah ngasih tokoh tokoh Muhammadiyah, kini saya akan memberikan lagi tokoh tokoh Muhammadiyah yang pernah menjabat sebagai ketua umum Muhammadiyah. Dimulai dari Kyai Haji Muhammad Yunus Anis, KH Ahmad Badawi, KH Faqih Usman, KH Abdur Rozak Fachdrudin, Kyai Haji Ahmad Azhar Basyir, MA, Prof. Dr. Muhammad. Amien Rais, MA, Prof. Dr. Ahmad Safi'i Ma'arif dan terakhir Prof. Dr. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, MA. Dari ke 8 tokoh tadi, semuanya telah pernah menjabat menjadi ketua umum Muhammadiyah. Berikut ini saya berikan tokoh Muhammadiyah :

Tokoh Tokoh Muhammadiyah Part II

1. Kyai Haji Muhammad Yunus Anis
Putra sulung sembilan bersaudara dari pasangan Haji Muhammad Anis dan Siti Saudah ini lahir di Kauman tanggal 3 Mei 1903. Persis seperti pengakuan yang tertuang dalam Surat Kekancingan dari Sriwandowo Tepas Dwara Putra Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat tahun 1961, Yunus Anis tercatat sebagai keturunan ke-18 dari Raja Brawijaya V. Dengan demikian, berhak pula menyandang gelar Raden. Yunus Anis dikenal pula sebagai organisator dan administrator. Bakat itu, pernah mengantarnya sebagai Pengurus Cabang Muhammadiyah Batavia, hingga kepemimpinannya semakin terlihat menonjol dan memperoleh kepercayaan dari keluarga besar Muhammadiyah. Maka tahun 1934-1936 dan 1953-1958, Yunus Anis dipercaya sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah.  Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menandai era berlakunya kembali UUD 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kemudian menyulut timbulnya berbagai macam peristiwa politik yang tidak sehat. Tak sedikit manuver dan intrik dilakukan oleh partai politik, terutama Partai Komunis Indonesia yang sangat membahayakan bagi instabilitas kondisi politik Tanah Air saat itu. Dalam situasi seperti itulah Yunus Anis terpilih sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muham­madiyah periode 1959-1962 pada Muktamar Muhammadiyah ke-34 di Yogyakarta.

2. KH Ahmad Badawi
Penasihat Pribadi Presiden Soekarno dibidang agama (1963) ini lahir di Kauman Yogyakarta,pada tanggal 5 Februari 1902 untuk putra ke-4. Ayahnya, K.H. Muham­mad Fakih ( satu diantara Pengurus Muhammadiyah pada th. 1912 untuk Komisaris), sedang ibunya bernama Nyai Hj. Sitti Habibah (adik kandung K. H. Ahmad Dahlan). Bila dirunut silsilah dari garis bapak, maka Ahmad Badawi mempunyai garis keturunan dengan Panembahan Senopati. Sejak berkiprah di Muhammadiyah, ia lebih leluasa meningkatkan potensi dianya untuk bertabligh. Hasrat ini digerakkan melewati aktivitas untuk guru di sekolah (madrasah) serta melewati aktivitas dakwah melalui pengajian serta pembekalan ke-Muhammadiyah-an. Prestasi di bagian tabligh sudah mengantarkan Badawi untuk diakui jadi Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada th. 1933. Pada tahun-tahun selanjutnya, ia juga diserahi amanat untuk jadi Kepala Madrasah Za’imat ( yang lalu dikombinasi dengan Madrasah Mualimat pada th. 1942). Di Madrasah Mualimat ia memiliki obsesi untuk memberdayakan potensi wanita, hingga mereka bakal dapat jadi muballighat yang handal di daerahnya. Sejak itu, kehadiran Badawi tak diragukan lagi. Di Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Badawi senantiasa dipilih serta diputuskan jadi Wakil Ketua. Pada saat Muktamar Muhammadiyah ke-35 di Jakarta, Badawi dipilih jadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1962-1965, serta pada Muktamar Muhammadiyah ke-36 di Bandung dipilih lagi jadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1965-1968.

3. KH Faqih Usman
Kyai Haji Faqih Usman dilahirkan di Gresik, Jawa Timur tanggal 2 Maret 1904. Ia datang dari keluarga santri simpel serta taat melaksanakan ibadah. Faqih Usman adalah anak ke empat dalam keluarga yanga suka bakal ilmu dan pengetahuan, baik pengetahuan agama ataupun pengetahuan umum. Faqih Usman di kenal mempunyai etos enter­preneurship yang kuat. Aktivitas usaha yang dikerjakannya cukup besar dengan membangun sebagian perusahaan yang bergerak dalam bidang penyediaan alat-alat bangunan, galangan kapal, serta pabrik tenun di Gresik. Juga, dia juga diangkat untuk Ketua Persekutuan Dagang Sekawan Se-Daerah Gresik. 
Keterlibatannya dalam Muhammadiyah diawali pada th. 1925, saat ia diangkat untuk Ketua Grup Muhammadiyah Gresik, yang dalam perubahan setelah itu jadi satu diantara Cabang Muhammadiyah di Lokasi Jawa Timur. Setelah itu, lantaran kepiawaiannya untuk ulama-cendekiawan, ia diangkat untuk Ketua Majelis Tarjih Muhammadiyah Jawa Timur periode 1932-1936 yang berkedudukan di Surabaya. Saat Mas Mansur dikukuhkan untuk Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah, ia menukar kedudukan Mas Mansur untuk Konsul Muhammadiyah Jawa Timur pada th. 1936. Pada th. 1953, untuk pertama kalinya dia diangkat serta duduk dalam susunan kepengurusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan sebagainya senantiasa dipilih untuk salah seseorang staf Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

4. KH Abdur Rozak Fachdrudin
 Pak AR demikianlah nama panggilan akrab Kiai Haji Abdur Rozak Fachruddin, yaitu pemegang rekor paling lama memimpin Muhammadiyah, yakni sepanjang 22 th. (1968-1990). Pak AR lahir 14 Februari 1916 di Cilangkap, Purwanggan, Pakualaman, Yogyakarta. Keterlibatan A. R. Fachruddin di pusat Muham­madiyah mengantarkan beliau jadi Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Yogyakarta, lalu jadi Ketua Pimpinan Lokasi Muhammadiyah DIY, setelah itu jadi anggota Dzawil Qurba Pimpinan Pusat Muhammadiyah, hingga pada akhirnya diakui memimpin Muham­madiyah sepanjang kurang lebih 22 th. (1968-1990). Pak AR jadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah dari th. 1968 sesudah di-fait accomply untuk jadi Petinggi Ketua PP Muhammadiyah berkenaan dengan meninggal dunianya K. H. Faqih Usman. Dalam Sidang Tanwir di Ponorogo (Jawa Timur) pada th. 1969, pada akhirnya Pak AR dikukuhkan jadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah hingga Muktamar Muhammadiyah ke-38 di Makassar pada th. 1971.

5. Kyai Haji Ahmad Azhar Basyir, MA
Azhar Basyir, demikian Kyai Haji Ahmad Azhar Basyir, MA kerap disapa. Ulama-intelektual ini lahir di Yogyakarta, 21 November 1928. Saat kecilnya tumbuh serta di besarkan di lingkungan penduduk yang kuat berdasar pada nilai agama. Yakni, di kampung Kauman. Berkat kegigihan yang ditunjang kekuatan pengetahuan agamanya, Azhar Basyir diakui jadi ketua Pemuda Muhammadiyah ketika instansi ini baru didirikan th. 1954. Jabatannya memperoleh pengukuhan kembali pada Muktamar Pemuda Muhammadiyah di Palembang th. 1956. Tidak lama pekerjaan itu diembannya, Azhar Basyir memperoleh beasiswa untuk belajar di Kampus Baghdad, Irak. Fakultas Adab Jurusan Sastra yaitu bidang yang diambilnya. Dari sini, Azhar Basyir meneruskan studi ke Fakultas Dar Al 'Ulum Kampus Kairo, dan belajar Islamic Studies hingga mencapai gelar master dengan tesis : Nizam al-Miras fi Indunisia, Bain al-'Urf wa asy-Syari'ah al-Islamiyah ( System Warisan di Indonesia, pada Hukum Kebiasaan serta Hukum Islam). Pada Muktamar Muhammadiyah di Semarang th. 1990, ulama intelektual ini di beri amanah di deretan Ketua PP Muhammadiyah. Waktu masuk musim haji th. 1994, pemerintah menunjuknya sebagai perwakilan Amirul Haj Indonesia. Pulang dari Tanah Suci, Azhar Basyir kembali berusaha keras. Pada Muktamar Muhammadiyah ke-42 di Yogyakarta th. 1995, Azhar Basyir dipilih untuk Ketua Muhammadiyah menukar KH AR Fakhruddin.

6. Prof. Dr. Muhammad. Amien Rais, MA
Prof. Dr. Muhammad. Amien Rais, MA. yang lebih popular di kenal Amien Rais yaitu sosok pemimpin terpercaya di republik ini. Lahir pada 26 April 1944 di Surakarta. Orang tuanya mengharapkan putra ke-2 dari enam bersaudara ini jadi kyai serta meneruskan pendidikan agama ke Mesir, hingga pendidikan yang ditanamkan Syuhud Rais serta Sudalmiyah, bapak serta ibunya, dari awal telah mencerminkan nilai-nilai agama yang benar-benar mengutamakan tumbuhnya kepribadian disiplin, taat melaksanakan ibadah, banyak membaca serta berbudi pekerti. Amien Rais merampungkan pendidikan dasarnya di Sekolah Basic Muhammadiyah I Surakarta, hingga pendidikan SMP serta SMU juga usai di sekolah Muhammadiyah. Pendidikan tingkat sarjana Amien Rais kerjakan di Jurusan Jalinan Internasional fakultas FISIPOL Kampus Gadjah Mada pada th. 1968, juga th. selanjutnya juga terima gelar Sarjana Muda dari Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Keterlibatan Amien Rais di Pimpinan Pusat Muham­madiyah diawali dari Muktamar Muhammadiyah th. 1985 di Surakarta untuk Ketua Majelis Tabligh. Pada Muktamar Muhammadiyah ke-42 (1990) di Yogyakarta, Amien Rais dipilih untuk Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Wafatnya K. H. Ahmad Azhar Basyir sebagai Ketua Umum Muhammadiyah pada th. 1994 lalu mendaulat Sang Pemberani ini ke posisi puncak itu. Muktamar Muhammadiyah ke-43 th. 1995 di Banda Aceh pada akhirnya dengan cara aklamasi menghendaki kesediannya melan­jutkan tampuk nakhoda Muhammadiyah.

7. Prof. Dr. Ahmad Safi'i Ma'arif
Buya Safii, demikianlah sapaan akrab Prof. DR. Ahmad Safii Maarif. Tokoh pluralis yang tidak sedikit menyumbangkan ide serta pemikiran keislaman dalam naungan payung besar kemajemukan bangsa Indonesia ini lahir di Sumpur Kudus, Sumatera Barat, 31 Mei 1935. Saat kecil Buya Syafii yang benar-benar dekat dengan kebiasaan Islam sudah jadi magnet awal yang selalu mengajaknya bergumul dengan pengetahuan keislaman dan berupaya mengertinya sedalam barangkali. Buya Safii menginjakkan kaki di lantai sekolah Madrasah Mu’allimin Lintau, Sumatera Barat. Hingga lalu menyebrangkan kakinya jauh melintasi lautan untuk meneruskan sekolah ke Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah di Yogyakarta, serta tamat th. 1956. Berbekal pengetahuan agama di Mu’allimin itu, Buya Safii juga terima dengan lapang dada pekerjaan dedikasi yang perlu diembannya ke Lombok Timur sepanjang setahun untuk guru di sekolah Muhammadiyah. 
Sesudah melakukan saat dedikasi itu, Buya Safii meneruskan studinya kembali ke perguruan tinggi. Gelar Doktoralnya didapat pada th. 1993 dari Kampus Chicago dalam Program Studi Bhs serta Peradaban Timur Dekat dengan disertasi : Islam as the Basis of State : A Study of the Islamic Political Ideas as Reflected in the Constituent Assembly Debates in Indonesia. Sesudah kembali dipilih untuk Ketua Umum Muhammadiyah dalam Muktamar ke-44 (2000) yang berjalan di Jakarta, Buya Safii lalu mengemudikan perannya dalam mendinamisasi Muhammadiyah supaya bisa dengan cara maksimal menggerakkan usaha-usaha tajdid serta harapan pencerahan yang akan diraihnya.

8. Prof. Dr. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, MA
Prof. Dr. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, MA di kenal juga dengan nama pendek serta lebih popular, Din Syamsudin. Suami Fira Beranata ini lahir di Sumbawa Besar, 31 Agustus 1958. Sepanjang mengarungi bahtera rumah tangganya, Din Syamsuddin dikarunia dua putra serta seseorang putri yang tiap-tiap mempunyai nama indah. Yakni, Farazahdi Fidiansyah, Mihra Dildari serta Fiardhi Farzanggi. Kiprah Din Syamsuddin di Persyarikatan Muhammadiyah diawali dari tampak jadi Ketua Umum sesaat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, serta Wakil Ketua Muhammadiyah. Alur kiprah kepemimpinannya di Muhammadiyah terbilang unik lantaran berangkat dari bekal pendidikan basic serta menengah di Madrasah Ibtidaiyah Nahdhatul Ulama serta Madrasah Tsanawiyah Nahdhatul Ulama Sumbawa Besar. Di saat itu, Din Syamsuddin juga memperoleh peluang memimpin Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama, IPNU Cabang Sumbawa (1970 - 1972). Tamat dari Ponpes Moderen Gontor, Din Syamsuddin meneruskan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi serta sukses merampungkan studi sarjana Ushuluddin jurusan Perbandingan Agama di IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (1980). Ketekunan belajar dalam girah Islam yang pantang surut itu, sukses mengantar Din Syamsuddin meniti pasca sarjana Interdepartmental Programme in Islamic Studies di University of California Los Angeles (UCLA) USA sampai mencapai gelar MA, serta menyandang gelar doktor di kampus yang sama pada th. 1996. Menjabat untuk Ketua Umum Muhammadiyah hasil Mukatamar ke-45 yang belangsung di Malang (periode 2005-2010).