Tanya Jawab Islam Shalat Tahiyyatul Masjid Ketika Shalat Jum’at, Adzan Subuh Dua Kali, Nishab Zakat Padi, Dan Penggunaan Mikropon Masjid
1. Mengapa orang yang baru masuk masjid di hari Jum’at tak segera shalat tahiyatul masjid, saat bilal (muadzin, pen) untuk dengarkan adzan, bukan hanya segera shalat lalu dengarkan khutbah. Apa Hadits pegangan orang itu?
2. Adzan subuh kan 2 x, mengapa umumnya tak diamalkan oleh beberapa orang?
3. Setiap subuh hari Jum’at orang shalat subuh (membaca) ayat sajdah, apa basic perintahnya, tolong sebutkan Hadits sebagai dalilnya.
4. Nishab zakat padi dsb berapakah … l (liter) beras atau... kg beras. Ini mungkin saja perhitungan kami dengan gantang atau ketiding di daerah kami
5. Berapakah % zakat padi yang ongkosnya banyak (pupuk, obat, gaji, pengairan dengan kincir angin, mesin, irigasi?
6. Penggunaan mikrofon untuk shalat/khatib Jum’at, jalinan dengan ayat 110 Al-Israa’? Benar-benar mengganggu kekhusukan jamaah, lebih-lebih jarak masjid dengan masjid + 500 m
7. Setiap masjid “meribut” dengan mikrofon 1/2 jam sebelum saat adzan setiap saat dengan “Qur’an” serta “ustadz kaset”, apa hukumnya.
1. Pertanyaan ke-2 saudara ini sempat di tanyakan pada kami serta jawabannya termuat pada Buku Bertanya Jawab Agama jilid 5, halaman 57, yang diterbitkan oleh Nada Muhammadiyah, dimana saudara dapat memeriksanya. Tetapi sebaiknya kami ringkaskan disini.
Shalat tahiyyatul masjid yaitu satu diantara sunnat yang disyariatkan pada setiap saat, dimana pelaksanaannya adalah
saat masuk ke dalam masjid sebelum saat duduk. Hal semacam itu sesuai sama dengan sabda Rasulullah saw. : Berarti : “Diriwayatkan dari Amru bin Sulaim az-Zuraqi yang mendengar dari Abu Qatadah bin Rib’i al-Anshari ra., bahwasanya Nabi saw. bersabda : Jika salah seseorang di antaramu masuk masjid, jangan sampai ia duduk sampai shalat dua rakaat. ” (H.R.al-Bukhari, 1145)
Dari nash Hadits diatas, beberapa ulama salah satunya ; Imam an-Nawawi, Ibnu Taimiyyah, serta Ibnu al-Jauzi setuju menghukuminya sunnah (Majmu Fatawa, 23:219, Nailul Authar, 3:68).
Ada Hadits lain yang berkenaan dengan shalat tahiyatul masjid pada hari Jum’at waktu khatib mengemukakan khutbahnya yakni : Berarti : “Seseorang masuk masjid pada hari Jum’at serta Rasulullah ada diatas mimbar tengah berkhutbah, Rasul memerintahkan pada orang itu untuk lakukan shalat dua rakaat. ” (H.R.lima pakar Hadits (tak hanya al-Bukhari serta Muslim) juga Abu Dawud tak meriwayatkannya).
Untuk yang berkeberatan dengan shalat tahiyyatul masjid di saat khatib tengah berkhutbah memiliki pendapat, bahwasanya Hadits itu zhahirnya bertentangan dengan (a) firman Allah SwT dalam surat Al-A’raf 7:204 ; Berarti : “Dan jika dibacakan Al- Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, serta perhatikanlah dengan tenang supaya anda memperoleh rahmat. ” Juga dikira bertentangan dengan (b) sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari : Berarti : “Jika anda berkata pada sahabatmu ‘diamlah’ (pada saat khatib tengah berkhutbah), maka sebenarnya engkau sudah berbuat percuma. ” Juga dikira bertentangan dengan (c) Hadits yang diriwayatkan oleh ath- Thabrani :
Berarti : “Apabila seorang di antaramu masuk masjid serta imam tengah diatas mimbar (berkhutbah), maka anda janganlah shalat serta berbicara sampai imam usai khutbah. ”
Irit kami, untuk (a) firman Allah diatas berarti bahwasanya yang didengarkan dalam teks ayat itu yaitu ayat Al- Qur’an, serta butuh diingat bahwasanya khutbah itu tidaklah Al-Qur’an. Untuk maksud Hadits (b) yaitu larangan bicara sesama jamaah Jum’at, bukan hanya dalam konteks bicara dalam shalat (membaca bacaan shalat). Untuk dalil (c), Hadits itu dinilai dha’if (lemah) oleh beberapa pakar Hadits lantaran di dalamnya ada seseorang rawi yang bernama Ayub bin Nuhaik. Abu Zur’ah serta Abu Hatim juga memiliki pendapat bahwasanya Hadits itu yaitu munkar.
Menurut info diatas, kami memiliki pendapat bahwasanya lebih kuat untuk lakukan shalat tahiyyatul masjid, meskipun imam tengah berkhutbah di saat shalat Jum’at.
2. Perihal adzan subuh yang dikumandangkan 2x. Adzan yaitu pemberitahuan perihal masuknya saat shalat dengan kalimat-kalimat spesifik. Adzan dikumandangkan dimuka saat, tiada memajukan atau mengundurkannya, terkecuali pada adzan subuh, maka disarankan memajukannya dari pertama saat bila bisa saja hingga bisa membedakan pada adzan pertama dengan adzan ke-2 supaya tak simpang-siur. Abdullah bin Umar ra menyebutkan : Berarti : “Bahwa Nabi saw bersabda : “Bilal adzan saat malam hari, maka makan serta minumlah hingga terdengar Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan. ” HR.al-Bukhari serta Muslim
Hikmah dari kemampuan memprioritaskan adzan Subuh dari waktunya yaitu seperti yang diterangkan dalam Hadits kisah Ahmad serta yang lain, dari Ibnu Mas’ud bahwasanya Rasulullah saw bersabda : Berarti : “Jangan hingga adzan Bilal menghentikan makan sahur kalian, lantaran dia adzan —atau beliau berkata : dia menyerukan adzan— untuk mengingatkan orang yang shalat malam di masjid supaya kembali ke rumah, serta untuk bangunkan orang yang tidur. ”
Serta dari nash-nash diatas, ada ulama yang condong mengerti bahwasanya adzan subuh 2 x cuma dikerjakan saat bln. Ramadlan. Barangkali beberapa orang seperti yang ayah tanyakan mengerjakannya dengan mengambil pendapat ini.
3. Hadits yang tunjukkan basic perintah membaca surat As-Sajdah pada pagi hari Jum’at salah satunya yaitu : Berarti : “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., ia berkata : yaitu Nabi saw membaca saat fajar hari Jum’at “Alif lam mim. Tanzil” (yakni surat as-Sajdah) serta “Hal ata ‘ala al-insan” (yakni surat Al- Qiyamah). ” (Muttafaq alaih)
4. Perihal nishab zakat padi, seperti tercantum dalam Himpunan Putusan Tarjih, Kitab Zakat (2005 : 154) serta dalam al-Amwal fil-Islam, Ketentuan Muktamar Tarjih ke-20 di Garut Jawa Barat 1976, yaitu 5 wasaq atau lebih kurang 7, 5 kwintal. Silahkan dikonversikan dengan alat ukur yang umum digunakan di daerah saudara.
5. Adapun kandungan zakat yang perlu dikeluarkan untuk padi yang penanamannya memakai fasilitas pengairan (irigasi) serta yang lain seperti yang saudara sebutkan diatas, yaitu seperduapuluhnya atau 5% dari hasil tanaman itu. (tengok HPT Kitab Zakat serta al-Amwal fil-Islam, Ketentuan Muktamar Tarjih ke-20 di Garut Jawa Barat 1976) Dasarnya yaitu Hadits
yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra, bahwasanya Nabi saw bersabda : Berarti : “Pada tanaman yang tersiram hujan dari langit serta dari mata air atau yang digenangi air selokan, dikenakan zakatnya sepersepuluhnya (10%), tengah untuk tanaman yang disiram dengan fasilitas pengairan, seperduapuluhnya (5%). ” HR. al-Bukhari
6. Untuk pertanyaan No. 7 yakni tentang penggunaan microphone (pengeras nada) untuk adzan, imam shalat, serta khatib Jum’at, hal semacam itu adalah dampak dari perubahan pengetahuan serta tehnologi pada awal era ke-20. Beberapa ulama membolehkannya lantaran unsur kemashlahatan, yakni jangkauan nada yang lebih luas, dimana masyarakat satu lokasi dapat mendengar nada adzan dengan lebih terang.
Satu masjid yang besar dengan beberapa ribu jamaah, seperti Masjid al-Haram di Mekah ; Masjid Istiqlal di Jakarta ; serta Masjid al-Markaz di Makassar, pemakaian pengeras nada pada imam shalat serta khatib saat proses beribadah Jum’at benar-benar dibutuhkan, supaya tiap-tiap jamaah yang penuhi setiap pojok masjid bisa mendengar nada Imam shalat atau khatib.
Tentang firman Allah dalam surat al- Isra’ (17) ayat 110 : Berarti : “Katakanlah (Hai Muhammad) : Serulah Allah atau serulah ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja anda seru, Dia memiliki al-Asmâul-Husna (namanama yang paling baik) serta jangan sampai anda mengeraskan suaramu dalam shalatmu serta janganlah juga merendahkannya, serta carilah jalan tengah diantara ke-2 itu. ”
Satu diantara kandungan serta maksud ayat diatas, menurut beberapa mufassir yaitu tips untuk kita perihal bagaimana baiknya membaca bacaan dalam shalat. Allah berfirman ; wahai Muhammad! jangan sampai anda membaca bacaan dalam shalatmu dengan keras, supaya orang musyrik tak mendengarnya. Lantaran bila mendengarnya, mereka juga bakal mencerca al-Qur’an. Namun juga janganlah terlampau lirih, sampai orang yang makmum di belakangmu tak mendengarnya. Carilah jalan tengah dengan menyeimbangkannya, tak terlampau keras, juga janganlah terlampau lirih. Hal semacam ini didasarkan pada suatu kisah dari Ibnu Abbas ra., yang juga adalah asbabunnuzul ayat ini.
Berarti : “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. perihal firman-Nya “Dan jangan sampai anda mengeraskan suaramu dalam shalatmu serta janganlah juga merendahkannya”, di turunkan (ayat ini) saat Rasulullah saw tengah bersembunyi di Mekah, dimana jika shalat dengan beberapa sahabatnya, ia mengeraskan suaranya. Saat orangorang musyrik mendengarnya, mereka mencemooh al-Qur’an ; siapa yang sudah turunkannya ; serta pada siapa di turunkan.
Maka Allah berfirman pada Nabi-Nya saw : “Dan jangan sampai anda mengeraskan nada dalam shalatmu”, berarti dalam bacaannmu sampai bisa mendengarlah orang- orang musyrik lalu mencemooh al-Qur’an. “Dan janganlah juga merendahkannya” dari beberapa sahabatmu sampai mereka tak mendengar. “Dan carilah jalan tengah diantara ke-2 itu”. ” HR.al-Bukhari, kitab Tafsir al- Qur’an
Cakupan luasnya, ayat serta hadits diatas jadi dasar untuk kita supaya saat melakukan suatu hal dengan seimbang, tak terlalu berlebih, juga tak dalam makna pada posisi merendah-kekurangan. Seperti suatu hadits dari Nabi Saw. : Berarti : “Sebaik-baik masalah yaitu pertengahannya” al-Baihaqi, Syu’ab al- Imân:6601
Bacaan Imam yang terlampau keras (terlebih saat memakai pengeras nada) serta atau terlampau lirih, irit kami akan mengganggu kekhusyukan makmum. Bila terlampau keras, maka nada Imam jadi tak enak didengar lagi memekakkan telinga. Bila terlampau lirih, makmum yang ada di shaf belakang bakal sulit mendengar perintah/bacaan imam. Oleh karenanya, pemakaian pengeras nada untuk fasilitas beribadah (adzan, shalat, khutbah dan sebagainya) dibolehkan dengan prasyarat memakainya dengan baik, seimbang lagi sekedarnya, tak berlebih-lebihan. Seperti menggunakan pengeras nada luar cuma untuk adzan serta iqamah saja.
Juga pada zaman Nabi saw, Bilal bin Rabah ra -muadzin Nabi saw-, mengumandangkan adzan di menara/tempat yang tinggi, namun saat iqamah mengumandangkannya didalam masjid. Maka sebagian ulama memiliki pendapat, bahwasanya iqamah yaitu hak untuk orang yang telah ada di masjid. Saat imam memimpin shalat atau khatib berkhutbah, baiknya dipakai pengeras nada dalam ruangan, hingga orang-orang seputar masjid, dimana ada orang yang lemah serta sakit ; bayi yang tidur ; orang yang mau beristirahat ; mereka yang non Muslim, tak terasa terganggu. Juga benar seperti saudara, bila tiap-tiap masjid memakai pengeras nada (terutama nada luar) untuk adzan, shalat, serta khutbah Jum’at, maka bakal menggangu kekhusukan jamaah yang ada di masjid lain yang bersebelahan atau yang jaraknya tak jauh.
Di samping itu, pengeras nada yang dipasang di masjid juga berikan banyak manfaat sosial, seperti untuk menginformasikan berita lelayu serta pengumuman yang lain yang sudah disetujui pemakaiannya oleh orang-orang. Oleh karenanya, saran untuk takmir masjid supaya saat memakai pengeras nada, volume nada butuh ditata supaya cocok, tak terlampau melengking, namun juga tak terlampau rendah.
7. Perihal pemutaran kaset “Al-Qur’an” serta “ceramah ustadz” serta hal-hal lain yang berkenaan sebelum saat adzan, kami tak temukan dalil berkenaan. Pemutaran kaset dua type diatas sebelum saat adzan, walau di rasa baik serta dari masjid, namun irit kami terus punya potensi mengganggu ketenangan orang-orang. Terasa itu satu perbuatan baik lantaran orang-orang bakal diperdengarkan
dengan lantunan Al-Qur’an serta saran saran agama dari ustadz saja kurang, namun sebaiknya satu perbuatan itu dilandasi dengan dalil syariat serta dalam hal semacam ini, dilandasi semangat tidak untuk menyebabkan mafsadah ( rusaknya serta kerugian) untuk orang lain. Allah SwT berfirman : Berarti : “ (yakni) beberapa orang yang sudah percuma tindakannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka mengira bahwasanya mereka sudah berbuat sebaik-baiknya. ” (Q.s. Al-Kahfi 18:104
Semoga tanya jawab islam diatas bisa bermanfaat untuk anda.
Semoga tanya jawab islam diatas bisa bermanfaat untuk anda.